DANIEL JOHAN, S.E., M.M.
Daniel Johan adalah Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kini menjabat sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kalimantan Barat 1.
KEADILAN DI USIA BELIA
“Hal apa yang biasanya mendorong Anda bergerak atau berbuat sesuatu?” “Ketidakadilan,” jawab Daniel singkat
Daniel Johan dilahirkan 10 April 1972. Ia adalah bungsu dari enam bersaudara. Daniel kecil dikenal oleh teman-temannya sebagai anak yang aktif dan berani. Selain gemar membaca, ia juga mengoleksi berbagai jenis hewan peliharaan.
Jejak militansi gerakan Daniel sudah terlihat sejak usia 15 tahun. Waktu itu ia masih duduk di bangku SMP kelas dua. Terjadi penyimpangan praktik keuangan oleh Yayasan Sekolah. Daniel memimpin sekitar 30 murid SMP untuk melakukan boikot, semacam demonstrasi kecil-kecilan.
Akibat aksi itu, Daniel remaja hampir dipecat. Sekalipun pada akhirnya, pihak yayasan merasa perlu melakukan perbaikan sistem manajemen keuangannya. Daniel dkk berhasil menekan yayasan untuk memperbaiki diri.
Kejadian tersebut rasanya begitu kecil sekarang. Satu hari, satu kelas, di sebuah sekolah, tidak membawa arti bagi banyak orang. Tapi bagi Daniel yang hampir dikeluarkan dari sekolah karena mempelopori aksi protes tersebut, ini pertama kali ia mengekspresikan pembelaannya pada keadilan, juga keberhasilan awal meyakinkan orang-orang lain terhadap visinya. Dalam perkembangannya, kepedulian terhadap persoalan keadilan semakin kuat. “Kalau awal-awal, yang banyak memberi saya inspirasi waktu SMP/A adalah Gusdur, Kwik Kian Gie, Romo Mangun, maksudnya sering baca tulisan mereka di koran-koran,” katanya.
Kuliah diselesaikan dengan IP 3,2. Daniel semakin aktif dalam gerakan politik. Daniel kemudian dikenal sebagai seorang pemuda pengkritik fundamentalisme-kapitalisme. “Persoalan kapitalis. Itu yang menguras waktu saya banyak banget, sampe sekarang,” katanya.
AKSI CINTA
Dari aksi cinta bertemu Wakil Presiden RI.
Desember 1997, Indonesia mulai masuk pusaran krisis moneter. Rupiah anjlok. Dunia usaha panik. Kasus-kasus penculikan aktivis sudah terjadi sejak menjelang pemilu Mei 1997. Atmosfer politik mulai memanas.
Di situasi yang semakin memanas itu, Daniel dkk berencana menggelar seminar Aksi Cinta. Seminar ini rencananya menghadirkan tokoh-tokoh penentang Soeharto seperti Romo Sandyawan, Permadi, Sabam Sirait dsb. Pihak intelijen bereaksi. Pemantauan dilakukan hingga menciptakan suasana ancaman.
Saat itu, Biku Mahaghosananda datang ke Jakarta dan akan menghadiri seminar tersebut. Beliau adalah nominator Hadiah Nobel Perdamaian. Namanya sedang dibicarakan oleh dunia dan ditunggu-tunggu apakah tahun itu terpilih sebagai pemenang Hadiah Nobel Perdamaian.
Kedatangan Biku Kamboja yang amat dihormati ini menebalkan tekad Daniel dkk. Asumsinya, pihak militer Indonesia tidak akan berani untuk menangkapi mereka di depan mata seorang nominator Nobel Perdamaian. Tekanan makin gencar, Daniel dkk mengambil langkah melawan dengan mengundang Wapres Jenderal Try Sutrisno untuk membuka seminar.
Kebimbangan belum reda, tiga hari sebelum hari H panita mengadakan rapat teknis. Sebagian anggota panitia mulai takut, Daniel bersikeras untuk meneruskan agenda seminar.
Hari berikutnya, Daniel mengundang Mahaghosananda untuk menerima dana makanan di rumahnya. Setelah Mahaghosananda selesai membaca paritta, Daniel menerima fax surat dari Istana Wakil Presiden. Isinya, Jenderal Try tidak dapat menghadiri undangan seminar. Tetapi mantan ajudan Presiden Suharto ini bersedia menerima audiensi panitia guna mengetahui hasil-hasil seminar. Di akhir surat, Jenderal Try secara pribadi memberi bantuan dana sebesar 2 juta rupiah.
Surat Wapres itu ditempel di pintu gedung seminar. Para intel menjadi bimbang dan selamatlah nasib acara seminar ini. Namun sejak itu, menurut info sejumlah kawan dan jaringan militer yang properubahan, nama Daniel Johan terdaftar sebagai pihak yang harus “diamankan” (diculik) bersama sejumlah nama lainnya.
MEI ’98 DAN SAHABAT PERS
Mama sumber kekuatan moral dan nilai.
Lewat pertengahan 1997, krisis moneter berkepanjangan merebakkan keresahan. Dunia sudah mulai melihat gejala akan terjadinya perubahan besar di Indonesia. ”Waktu itu sudah banyak banget wartawan yang datang ke Indonesia, karena dianggap Indonesia sudah mau meledak,” cerita Daniel. Daniel pun dihubungi oleh Igor, wartawan CNN Cekoslowakia yang entah bagaimana bisa mendapat nomor Daniel. Igor meminta tolong agar bisa dihubungkan guna wawancara dengan tokoh-tokoh penting yang akan menjadi pelaku perubahan. ”Kedatangan Igor adalah untuk merekam transisi di negara ini,” kata Daniel. Igor menyebutkan nama Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sultan Hamengku, Amien Rais untuk diwawacara, dan Daniel merekomendasikan beberapa tambahan nama lalu mulai menghubungi tokoh-tokoh tersebut.
Proses menemui tokoh alternatif tersebut cukup rumit sebab mereka adalah orang-orang yang dipantau penguasa. Dari kebersamaan menghadapi bahaya untuk memberitahu dunia kondisi riil Indonesia, tumbuh persahabatan erat antara Daniel dengan Igor. Di antara tokoh-tokoh yang ditemuinya, Igor mengagumi Gus Dur. Kebetulan setelah bertemu, ia diajak Gus Dur untuk ikut keliling Jawa. ”Katanya baru kali itu dia melihat tokoh yang mempunyai stamina lebih kuat dibanding dia sebagai wartawan, dan yang lebih penting dia melihat bahwa Gus Dur menjadi tokoh besar dan dicintai rakyat benar-benar karena visinya,” Daniel menirukan kata-kata Igor saat itu.
Di tahun 1998, Suharto mengeluarkan kebijakan melikuidasi bank-bank bermasalah. Kepanikan semakin menjalar membakar keresahan. Sembako semakin langka. Demonstrasi mahasiswa terjadi di seantero Indonesia. Tuntutannya agar Suharto mundur.
Di tahun 1997 ini, bersama dengan organisasi mahasiswa seperti PMII, GMNI, PMKRI, GMKI, HIKMAHBUDHI (kelompok Cipayung), Daniel membentuk sebuah aliansi baru bernama Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI). Lewat forum ini, Daniel mulai berkenalan dengan Muhaimin Iskandar (Menakertrans-sekarang), Baskara (Sekjend GMNI), Anton Doni (Ketua PMKRI) dan aktivis lain dari spektrum kebangsaan.
Penembakan mahasiswa Trisakti oleh sniper aparat keamanan Indonesia memicu kerusuhan Mei 98. Toko-toko milik Tionghoa dijarah. Korban berjatuhan di Jakarta, Medan, dan Solo. 13-15 Mei, Jakarta dicekik ketakutan dan diwarnai oleh amuk massa. Sentimen anti-tionghoa dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu.
Selama 3 hari itu, Daniel Johan tidak pulang ke rumah. Mamanya kuatir. Di situasi gawat itu, Daniel berkeliling Jakarta. Bersama aktivis FKPI lain, ia mendatangi Komnas HAM, menggelar rapat-rapat, dan mengunjungi tokoh-tokoh nasional seperti Gus Dur, Megawati, dan Nurcholis Madjid, termasuk militer yang pro-perubahan seperti kelompok Edy Sudrajat. Daniel dan aktivis mahasiswa mempertanyakan mengapa militer menghilang dan tidak melindungi masyarakat.
Daniel menuturkan bahwa ia pun saat itu mengkhawatirkan mama dan keluarganya selama hari-hari mencekam itu. Tetapi kekuatiran itu hilang ketika Daniel mengetahui mama dan keluarganya malah bersorak bangga ketika melihat dirinya muncul dalam liputan televisi. Bahkan kemudian mamanya membuat kue-kue dari malam sampai subuh untuk dibagikan kepada mahasiswa yang sedang menduduki gedung DPR. “Salut dengan keberanian mama”, kata Daniel.
Tekanan mahasiswa terhadap Soeharto semakin menguat. Tanggal 21 Mei 1998, Suharto menyatakan berhenti. Meninggalkan bara api yang belum padam dan kehancuran. Mundurnya Soeharto disambut kegembiraan oleh masyarakat luas. Ada yang membuat syukuran, bakar kambing, dan sorak-sorai kemenangan menyambut era baru.
Dan Daniel Johan bersama para pemuda Tionghoa seperti Yap Yun Hap, Hendrawan Sie, dsb menjadi saksi sekaligus berpartisipasi menjadi aktor dalam proses perubahan tersebut.
MEMANDANG INDONESIA
“Adalah tugas kita yang sudah paham untuk memberi pengertian pada yang lainnya.”
Lalu bagaimana Daniel memandang kondisi Indonesia paska-Suharto? Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Soedjatmoko, menurut ingatannya Daniel berkata, masyarakat menjadi bermasalah, bila rakyatnya tidak punya kepekaan dan selera lagi terhadap persoalan nilai (keadilan, kebenaran, dll).
Bila hal ini terjadi pada masyarakat Indonesia, maka menurut Daniel, berarti kita telah kehilangan sebagian kemanusiaan kita. Dan imbasnya, pemerintah yang baik sekalipun dapat menjadi buruk. Kemerosotan nilai tampak nyata saat masyarakat bersikap apatis terhadap penyelewengan-penyelewengan. “Kalau semua orang berpikiran apatis ya sama saja membiarkan kejahatan berkuasa,” katanya.
Selera terhadap nilai lebih-lebih lagi tidak tampak dimiliki oleh para petinggi negara ini. “Yang parah itu kita sudah tidak punya kedaulatan. Paska-reformasi 1998, seluruh kekayaan rakyat paling mendasar yang dalam konstitusi UUD 1945 disebutkan ‘Bahwa seluruh sumber daya alam dan cabang-cabang produksinya yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat pemilik sumber daya alam tersebut,’ sekarang negara sudah tidak menguasai lagi. Kalau negara tidak lagi menguasai sumber kekayaan strategis itu, bagaimana negara mampu menyejahterakan rakyatnya?” Daniel mempertanyakan. Ini gambaran akibat dari fundamentalisme kapitalisme yang dirisaukannya sejak lama. Dan ini belumlah bagian terburuknya. “Kalau Undang-undang tidak berpihak ke rakyat tapi justru berpihak ke asing, itu namanya gawat. Kasihan sekali rakyat kita! Bayangkan, Undang-undang justru memberikan alasan dan landasan hukum buat penguasa negeri ini menjual negaranya ke luar, bahkan Undang-undang negeri ini memberikan landasan hukum sah buat asing untuk merampok negeri ini,” tukasnya diwarnai penyesalan.
NEGARA KAYA KOK RAKYATNYA MISKIN?
Tidak masuk akal buat bangsa ini untuk miskin dan industrinya rapuh.
Daniel sempat bercerita kalau seorang gurunya pernah berkata bahwa “Bumi dan Langit Mendukung Indonesia”. “Kita bukan negara gurun yang kekurangan hujan atau negara kutub yang kekurangan sinar matahari, tanah kita subur, bahkan sumber daya alam tersedia luas, jadi tidak ada alasan bagi bangsa ini menjadi miskin dan ekonomi industrinya rapuh,” jelas Daniel.
Selama bertahun-tahun, Daniel memang sedang fokus dengan persoalan sumber daya alam. “Bayangkan,” jelas Daniel, “Dulu saat Belanda menjajah kita, Indonesia belum mengeksploitasi kekayaan mineral, baru mengandalkan produksi palawija, tapi itu pun Indonesia telah membuat Belanda kaya raya. Dan sekarang, setelah Indonesia mengeksploitasi migas, emas, batubara, dan banyak lagi, kita masih tetap miskin.”
“Tidak perlu mineral lainnya yang begitu banyak, kita cukup melihat migas saja. Dari data Pertamina, Indonesia memiliki 60 cekungan migas yang kalau dirupiahkan dan dibagi 220 juta penduduk Indonesia, maka setiap orang Indonesia akan mendapat 24 milyar rupiah. Bayangkan, sangat tidak masuk akal buat bangsa ini untuk miskin,” tegas Daniel.
Oleh karena itu, Daniel menjelaskan ada 2 agenda besar yang harus menjadi perjuangan setiap warga, yakni mengubah sejumlah UU yang justru memiskinkan rakyat dan negara. Kita tidak bisa lagi membiarkan UU justru dijadikan landasan hukum yang sah buat penguasa untuk menjual negara ini ke asing, dan dijadikan landasan hukum yang sah buat asing untuk merampok negara ini. “Bayangkan, 90 % perusahaan migas kita semuanya dikuasai asing. Bagaimana mungkin negara mampu mensejahterakan rakyatnya bila kekayaan alam dan sumber pendapatannya diserahkan ke asing,” tanya Daniel.
Agenda kedua menurut Daniel adalah politik anggaran. Sudah saatnya APBN menjamin hak-hak kesejahteraan sosial rakyat dan penguatan ekonomi industri dalam negeri yang mengandalkan kekuatan mandiri bangsa Indonesia sendiri. Tidak ada cara lain bangsa ini harus melakukan negosiasi ulang seluruh kontrak karya kekayaan alam yang mayoritas saat ini dikuasai asing. Dari sana maka pendapatan APBN bisa kita perbesar untuk menjamin hak sosial rakyat, pembangunan infrastruktur jalan, ekspansi kredit murah, penguatan industri, perikanan, dan pertanian dalam negeri, maupun pembangunan desa. Inilah yang Daniel sebut sebagai agenda kemandirian dan kedaulatan menuju kebangkitan Indonesia. Tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak mampu membangun industri dalam negeri yang tangguh karena sumber energi dan bahan baku industri semuanya tersedia di Bumi Indonesia.
Perjalanan panjang bangsa yang tidak kunjung menunjukkan titik terang, membuat banyak warga yang skeptis bahkan pesimis pada upaya-upaya untuk merintis perubahan. Apalagi mereka sudah begitu jenuh dengan janji-janji politikus menjelang pesta demokrasi. Daniel berpendapat, “Mau optimis mau pesimis, yang kita lakukan (untuk perubahan dan perbaikan) belum tentu berhasil. Kalau kita lakukan saja belum tentu berhasil, bagaimana kalau kita diam? Itu sama saja dengan membiarkan negara dirampok dan rakyat miskin. Dan kaum Tionghoa adalah warga pribumi sah yang juga memiliki nilai-nilai yang bisa disumbangkan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Masa-masa diskriminasi telah berakhir sehingga semua anak bangsa perlu bersama-sama berbuat yang terbaik untuk bangsa ini.”
GUS DUR, MUHAIMIN, DAN PKB
“Banyak yang heran kenapa Anda masuk ke PKB?” “Tanpa Gus Dur, tanpa PKB, kita tidak pernah bisa merayakan Imlek secara terbuka, tidak ada barongsai dan bahasa Mandarin di sekolah dan pesantren.” tegas Daniel.
Atas dukungan teman lamanya, Muhaimin Iskandar, Daniel ke PKB. Sebelum menerima tawaran tersebut, ia mendiskusikan pada banyak pihak termasuk keluarga, guru, dan sahabatnya, “Semua malah dukung, support untuk masuk PKB. Malah mereka banyak yang bilang seandainya ada Tionghoa yang mau berpolitik, maka partai yang paling tepat adalah PKB, karena hanya Gus Dur dan PKB yang benar-benar sudah terbukti membela Tionghoa. Tanpa PKB tidak ada Imlek dan Capgomeh, tidak ada bahasa mandarin di sekolah. Sekarang semua menjadi warga negara yang sama, tidak perlu lagi SBKRI untuk urus surat-surat.” Di partai yang termasuk 5 besar ini, Daniel dipercaya menjabat posisi Wakil Sekretaris Jenderal.
Lalu kenapa Daniel memilih PKB? Ternyata sejak awal Daniel adalah pengagum Gus Dur. Sejak dari SMP dia merasa memiliki kedekatan visi dan emosional dengan Gus Dur. Bisa dibilang, Gus Dur lah salah satu guru kebangsaannya yang pertama. Pelajaran tentang politik-humanis, komitmen pluralitas dan kebhinnekaan bangsa, kepedulian terhadap rakyat kecil, dia peroleh dari Gus Dur. “Saya sangat mencintai Gus Dur,” tegasnya.
Hal lain karena Daniel juga punya kedekatan persahabatan dengan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB saat ini. “Jadi dengan Muhaimin, anak muda NU, dan generasi penerus PKB saya sudah tidak asing lagi. Mereka kawan-kawan saya saat masih sulit dulu. Kami sering makan di warteg dan naik angkot bareng,” kenang Daniel. “Dan secara pribadi, ini bentuk balas jasa kepada Gus Dur. Apalagi waktu jadi Presiden, Gus Dur pernah mengundang saya makan pagi ke Istana.”
“Jangan kita hanya mengadu ke NU dan PKB bila muncul masalah diskriminasi, sebaliknya NU dan PKB butuh dukungan kita agar semakin kuat menjaga kebhinekaan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat,” jelasnya.
DARI KEMENTERIAN PDT MEMBANGUN DESA
“Sejak saya menjadi Staf Khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, saya semakin mengenal Indonesia dan Kalbar. Pembangunan di desa begitu tertinggal, padahal sumber kekayaan Indonesia ada di sana” jelas Daniel.
Kekayaan Indonesia yang nyata itu ada di bagian Timur, tetapi bila tidak dikelola dengan baik, tetap saja masyarakat lokalnya akan miskin. “Jadi bukan hanya dikelola asing dan dijual bahan bakunya. Kalbar sangat potensial pertanian, perkebunan, dan perikanannya. Dukungan untuk sektor ini hingga terbangun industri kecil menengah sangat penting guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalbar. Pembangunan jalan tani dan desa harus dibangun agar akses produk ke pasar menjadi tidak mahal,” jelas Daniel.
Jadi untuk Kalbar Daniel akan terus mendorong pembangunan di desa-desa sebagaimana sudah dia lakukan selama 4 tahun keliling dan membangun desa Kalbar sebagai Staf Khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal.
“Saya masuk ke desa-desa pedalaman bahkan sampai di Puring Kencana, Camar Bulan, Temajuk Paloh, dll hampir semuanya membutuhkan pembangunan jalan, air bersih, dan listrik. Kita akan mendorong anggaran APBN lebih besar ke desa ketimbang kota. Karena bila desa maju dan sejahtera, kota pasti ikut sejahtera karena bila daya beli masyarakat desa meningkat pasti akan berimbas ke kota,” ungkap Daniel.
“Jadi saya tidak asing dengan Kalbar karena sudah 4 tahun keliling masuk desa-desa terpencil. Sudah 500 lebih desa di 14 kabupaten/kota. Sudah lebih dari 80 kali saya keliling Kalbar, lebih dari 25 ribu orang yang sudah saya temui langsung dan bersalaman untuk mendengarkan keluhan mereka. Ini sebagai modal besar saya untuk lebih membangun masyarakat Kalbar. Selain saya berasal dari Kalbar, dan keluarga besar masih banyak di Silat, Kapuas Hulu,” tegasnya.
JANJI-JANJI POLITIK
“Apa yang bisa Anda berikan untuk kami sehingga kami memilih Anda?” “Berjuang bersama,” tegas Daniel singkat.
Itulah jawaban tegas yang selalu diberikan Daniel setiap kali pertanyaan itu muncul dari masyarakat yang ditemuinya. Daniel selalu menjelaskan tidak ada satu pun yang bisa ia berikan kepada masyarakat kecuali 3 hal. Tiga hal yang memang menjadi tugas utama legislatif, yakni sebagai legislator yang membuat Undang-undang, sebagai penetap APBN, dan sebagai pengawas eksekutif pemerintahan. “Bila masyarakat meminta saya ketiga hal ini, saya akan berjuang sepenuhnya untuk mereka.”
Agenda Daniel adalah akan mengubah UU yang memiskinkan rakyat serta membuat UU yang berpihak kepada rakyat dan penguatan ekonomi industri dalam negeri yang mengandalkan kekuatan anak bangsa sendiri, termasuk dalam penetapan APBN yang mewujudkan kedua hal tersebut.
Daniel secara lugas namun tegas selalu menyatakan bila hal di atas tidak memenuhi harapan masyarakat, silakan pilih calon legislatif yang lain yang bisa memenuhi tuntutan materi yang dimaui masyarakat.
Alasannya jelas, karena menurut Daniel, kehancuran negara kita berawal dari proses jual beli kekuasaan di tingkat penguasa. Bila proses jual beli tersebut juga diikuti oleh masyarakat tingkat paling bawah, maka negara kita akan semakin hancur. Sikap Daniel kepada masyarakat jelas, agar pilihlah wakil rakyat yang mau bekerja bersama rakyat, yang memiliki visi dan program kerakyatan yang jelas, bukan yang bagi-bagi sembako dan materi karena itu bukan tugas utama DPR.
Justru bila jual beli suara dilakukan calon legislatif, dapat dipastikan pada saat ia menjadi DPR, dia akan melalaikan tugas utama dan sebaliknya “ngerampok” dengan menjual kekuasaannya.
“Jadi tuntutlah calon legislatif laksanakan tugas utamanya, jangan tuntut mereka bagi-bagi sembako dan uang. Tuntutlah tiap wakil rakyat untuk melahirkan UU dan APBN yang berpihak ke rakyat, yang jamin kesejahteraan sosial rakyat, dan menghapus semua UU yang memiskinkan rakyat. Tanpa tuntutan ini, rakyat tidak akan sejahtera,” ucap Daniel lantang. Jangan biarkan suara kita dibeli dengan harga murah tapi mengorbankan nasib dan masa depan rakyat.
Ini juga pesan yang Daniel terima dari Uskup Agung Kalbar Mgr. Bumbun bahwa politik Indonesia rusak dan rakyat belum juga sejahtera karena di dalam setiap Pemilu dilakukan secara mahal dengan membeli suara rakyat, dan Pemilu selalu gagal melahirkan pemimpin yang lurus, yang dilahirkan justru pemimpin korup yang melupakan masyarakat dan merampok uang negara. Jadi bila masyarakat mau perubahan, jangan salah pilih pemimpin.
“Pada akhirnya rakyat harus ada sikap. Karena sayang, dengan energi dan anggaran yang sudah begitu besar untuk pemilu, tapi kalau pemilu tidak menghasilkan perubahan dan pemimpin yang lurus, kasihan masyarakat. Rakyat harus menuntut haknya. Anggaran pemilu ini adalah uang mereka, yang ditarik pemerintah lewat pajak. Saya akan berusaha mewujudkan amanah Uskup,” katanya.
TIM SUKSES TIDAK BUBAR SETELAH PEMILU, MASYARAKAT HARUS IKUT AKTIF DORONG PERUBAHAN
“Jangan dukung saya hanya saat Pemilu, tapi bantu saya kawal program dana aspirasi,” tegas Daniel.
Mengapa gerakan aktif masyarakat perlu? “Karena saya tidak mungkin bisa bekerja sendiri. Jangan kan saya, bahkan PKB secara keseluruhan pun sulit bila dibiarkan bekerja sendiri tanpa dukungan dan dorongan masyarakat,” jelas Daniel.
Hal ini yang membuat Daniel dalam setiap pertemuan dengan masyarakat selalu menekankan untuk jangan mendukung dia hanya pada saat pemilu. Kemenangan Daniel jangan sampai menjadi kemenangan seorang Daniel, tapi kemenangan seluruh pendukungnya, bahkan mayoritas masyarakat. “Ini penting, karena kalau kita mau konsisten dengan visi dan program kita, dukungan terpenting justru setelah pemilu, karena saat itulah perjuangan kita sesungguhnya dalam menggolkan agenda-agenda perbaikan.”
“Bagi saya adalah penting mengajak masyarakat untuk aktif menentukan arah kebijakan negara kita. Mengapa? Karena kita tidak dapat mengandalkan perbaikan hanya kepada parlemen, sehingga kekuatan masyarakat di luar parlemen, harus mulai bergerak,” jelas Daniel.
“Jadi kepada seluruh pendukung saya hanya mohon satu hal, agar mereka tidak bubar setelah Pemilu, tapi bantu saya untuk mengawal dana asipirasi. Saya akan dedikasikan 100 persen dana aspirasi ditentukan sendiri oleh para pendukung untuk bangun apa, karena mereka yang paling memahami kesulitan dan harapan masyarakat.”
KEMENANGAN LANGKAH AWAL MEWUJUDKAN PERBAIKAN
“Kemenangan saya harus menjadi kemenangan rakyat. Setidaknya saya bisa belajar bersama masyarakat, semakin memiliki sahabat, dan masyarakat pun mengerti apa yang membuat mereka miskin. Syukur bila akhirnya mereka juga bergerak,” ucap Daniel.
Bagi Daniel, menang atau tidak, ia tetap berterima kasih kepada banyak pihak yang telah berbaik hati kepada dia. “Terlalu banyak kebaikan orang-orang tulus yang saya terima. Kemenangan hanya pintu bersama untuk mewujudkan cita-cita dan harapan masyarakat. Kita harus berjuang karena rakyat berhak untuk tidak miskin. Bukan apa-apa, ini amanat Konstitusi kita, amanat dan cita-cita berdirinya Republik Indonesia kita sejak awal,” ucap Daniel tegas.